Depok adalah tempat saya menghabiskan waktu kuliah pada dekade yang lalu (jadi bisa mengira-ngira umur saya berapa kan?!). Tentunya saya juga menghabiskan banyak waktu di Jalan Margonda. Di jalan ini saya pernah tertabrak mobil (Tuhan sayang sama saya; waktu itu saya sama sekali tidak mengalami luka kecuali rasa sakit ringan), menunggu angkot, menyambangi tempat-tempat makan, dan nge-warnet. Saya hafal deretan toko-toko di sana, terutama mulai dari mulut gang Kober sampai dengan Kampus Gunadarma. Intinya, sepanjang jalan Margonda menyimpan banyak kenangan buat saya (tsahhh!).
Selepas kuliah saya jarang berkunjung lagi ke Depok. Namun setiap kali saya kembali ke sana, saya selalu tercengang dengan wajah Depok yang cepat sekali berubah. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari kembali “wajah lama” Jalan Margonda, bertepatan dengan undangan karaokean teman-teman deblogger pada hari Minggu kemarin. Acara karaokenya bertempat di Mall Depok; saya tahu tempat itu, cuma ancer-ancer yang diberikan lewat milis membingungkan (Index sama Ace Hardware itu dimana ya? Perasaan dulu belum ada). Akhirnya setelah kelar bernyanyi-nyanyi, saya putuskan untuk menyusuri kembali Jalan Margonda, mulai dari Margo City ke arah utara.
Margo City sendiri adalah sebuah mall baru; saya baru dua kali berkunjung ke situ. Nah, ada satu objek menarik ketika kita memasuki mall tersebut. Tepat di samping kiri pintu masuk utama, kita akan menemukan sebuah rumah tua yang sudah direnovasi dan dijaga kelestariannya oleh manajemen mall. Memang situs ini sudah menjadi bagian dari kompleks mall, namun keberadaannya masih dijaga meski fungsinya sudah dialihkan menjadi sebuah kafe.
Penjelasan singkat tentang the Old House, dapat dibaca di blog sungaikuantan.com
(dengan gambar-gambar yang lebih baik dari hasil jepretan kamera ponsel saya).
Lepas dari Margo City, saya menyusuri Jalan Margonda ke arah utara. Yang saya cari bukanlah objek wisata, melainkan tempat-tempat apa saja yang masih dapat saya kenali dari zaman kuliah dulu. Saya memilih berjalan kaki meskipun jalan ini telah diperlebar menjadi empat lajur. Bukannya apa, namun jumlah kendaraan yang melintas sudah sangat berlimpah sehingga jalan tersebut macet luar biasa (padahal itu hari Minggu). Secara umum Jalan Margonda memang sudah banyak berubah. Ada banyak ruko baru, lalu gedung-gedung perkantoran, fasilitas umum, sampai kompleks apartemen. Deretan bangunan lama juga masih banyak; fungsinya sebagai tempat usaha juga masih sama kecuali namanya saja yang berubah. Yang membuat saya penasaran adalah apakah kos saya dulu masih tersisa. Sayang sekali saya tidak menemukan bekas-bekasnya lagi. Dulu bangunan kos saya memiliki halaman yang luas dan rimbun di depannya, meski masih juga terletak di tepi jalan raya. Namun setelah mengingat-ingat kembali dan menghitung langkah, saya mengambil kesimpulan bahwa kos saya sekarang sudah dirombak menjadi sebuah kafe:
Setelah tertegun memandangi bangunan ini saya lalu melanjutkan langkah. Tidak enak juga lama-lama di situ karena ada pelayan yang memperhatikan saya. Sampai akhirnya saya berhenti di depan Gang Kober dan memutuskan makan di sebuah restoran bakmi langganan saya dulu. Wah, rasa bakmi yang dulu saya anggap enak, kok sekarang jadi terasa biasa saja ya?!
Wajah Depok sekarang tidak saya kenali lagi; hanya sedikit sisa-sisa yang masih dapat ditemukan. Itulah dampak pembangunan. Meski saya bersyukur karena Depok sekarang semakin maju dan para mahasiswanya terlihat semakin progresif, tak urung saya merasa sedih juga karena tidak banyak lagi kenangan di sana. Ataukah ini perasaan normal untuk seseorang yang beranjak tua dewasa dan cuma ingin mengenang kembali masa lalunya?
Sebagai penutup, saya ingin menyajikan sebuah gambar remaja Depok yang sedang berkompetisi band di mall yang tadi saya kunjungi. They’re surprisingly good. Ah, meski sudah berubah, semoga wajah Depok ke depan menjadi semakin manusiawi.